asbilogo
🚨 Breaking News:Konsolidasi Tim Kemenangan Boni Anggara Meriahkan Kebersamaan dengan Mancing dan Nasi Liwet di Tengah PesawahanBoni Anggara, Pengusaha Muda dan Musisi, Resmi Maju sebagai Calon Ketua Kadin Kabupaten BandungPresiden Prabowo Subianto Ucapkan Selamat atas Kemenangan Timnas Indonesia atas ChinaPKK Harus Jadi Solusi Masalah Sampah di DaerahTimnas Indonesia Tundukkan China 1-0, Lolos ke Putaran Keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026🚨 Breaking News:

Destinasi Wisata Religi dan Budaya di Panjalu. Ciamis - Jawa Barat

Destinasi Wisata Religi dan Budaya di Panjalu. Ciamis - Jawa Barat

Aang Suryana, 28 Januari 2025 10:27

46x dilihat

ASBI NEWS, Ciamis - Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis, dikenal sebagai tempat wisata ziarah yang memiliki sejumlah tempat keramat dan tradisi budaya yang menarik. Di Panjalu juga terdapat sebuah danau dengan pulau kecil di tengahnya bernama Situ Lengkong.


Berikut tempat keramat dan tradisi yang ada di Kecamatan Panjalu yang menarik untuk dikunjungi.



1. Situ Lengkong

Dok. Situ Lengkong dari atas.ASBINew's


Situ Lengkong ini memiliki panorama indah dengan luas sekitar 64 hektar. Pulau di tengahnya bernama Nusa Gede atau Nusa Larangan sebagai daya tariknya. Tempat tersebut selalu menjadi tujuan wisatawan saat berziarah sebagai peninggalan Prabu Borosngora yang merupakan Raja Panjalu, penyebar Islam di wilayah tersebut.


Situ Lengkong ramai setiap akhir pekan, wisatawan yang datang dari berbagai daerah, seperti Jakarta, Bandung hingga wilayah Jawa Timur. Di situ ini wisatawan bisa menaiki perahu mengelilingi danau atau pun menyebrang ke Nusa Gede. Di tengah pulau itu terdapat makam Raja Panjalu yaitu Prabu Hariang Kancana.

Di area Situ Lengkong terdapat berbagai toko yang menyediakan berbagai oleh-oleh khas Panjalu dan Ciamis. Ada juga beberapa rumah makan yang menyajikan makanan khas Ciamis.

Bila beruntung, wisatawan bisa melihat kawanan kalong (kelelawar besar) yang beterbangan di tengah pulau Nusa Gede. Fenomena itu pun menjadi salah satu daya tarik Situ Lengkong.

Air Situ Lengko ini biasa dijadikan oleh-oleh para peziarah. Air yang ada di Nusa Gede ini berasal dari situ, kemudian disuling ke atas dan disaring, disimpan dalam penampung air. Sehingga wisatawan maupun peziarah tinggal memutar keran untuk minum, berwudu maupun dibawa pulang dengan ditampung pakai botol plastik.

Konon, menurut sejarah, Situ lengkong ini terbentuk dari air zamzam yang dibawa Raja Panjalu Prabu Boros Ngora dari Timur Tengah, setelah menimba ilmu Islam kepada Sayyidina Ali RA.


Ceritanya, Raja Panjalu Prabu Boros Ngora awalnya bukan seorang muslim. Ia dikenal seorang yang hebat, sering menantang seseorang yang jago beladiri.

Saat itu Prabu Boros Ngora berjalan menuju Timur Tengah dan bertemu dengan Sayyidina Ali, lalu bertarung dan mengakui kehebatan Sayyidina Ali hingga memutuskan menjadi muridnya. Prabu Boros Ngora menjadi seorang muslim dan namanya diganti menjadi Syeh Abdul Iman.

Saat pulang, Prabu Boros Ngora mendapat oleh-oleh pesang dan air 'zamzam' di wadah gayung, tapi gayung itu bolong. Setelah sampai di Panjalu, lalu ditumpahkan di lokasi Situ Panjalu.

Konon, di kawasan Situ Lengkong itulah dahulunya menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Panjalu Ciamis. Dengan adanya penemuan-penemuan sejarah itu Panjalu berkembang sebagai kota daerah wisata baik wisata alam, wisata budaya, maupun sebagai wisata ziarah. Karena melihat pentingnya daerah Panjalu sebagai cikal bakal Kerajaan Sunda Kawali, maka Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada tanggal 17 Maret tahun 2004 mengukuhkan panjalu sebagai desa wisata.


Situ Lengkong terletak sekitar 35 km sebelah utara Kota Ciamis atau 15 km sebelah barat Kota Kawali dan berbatasan di sebelah utara dengan wilayah Talaga, Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan yang merupakan suatu lingkup wilayah komunitas yang dulu dikenal sebagai pusat kerajaan Panjalu. Temuan-temuan data kepurbakalaan, nilai-nilai sosial kultural, serta jejak kesejahteraan lainnya ,yang kini masih lestari, memberikan petunjuk tentang masa lalu kota itu. Sebagai kota kerajaan kuno yang dikenal sebagai Kerajaan Soko Galuh Panjalu, ibu kota kerajaan itu dibangun pada areal suatu danau (situ) seluas 70 Ha yang kini disebut Situ Lengkong yang terletak di sepanjang tepi utara kota Panjalu. Sekarang terdapat tiga buah Nusa (pulau kecil). Pada situ tersebut yang masing- masing digunakan sebagai tempat bangunan Istana Kerajaan, Kepatihan dan staf kerajaan dan sebagai taman rekreasi. Pendiri ibu kota kerajaan adalah tokoh kharismatik leluhur Panjalu bernama Borosngora, Raja Panjalu Islam pertama.


Wisatawan yang datang ke Panjalu pada umumnya adalah para peziarah mengunjungi Tokoh Raja Panjalu, teristimewa pemakaman Prabu Harian Kancana di Nusa Situ Lengkong (Situ Istana Kerajaan) serta danau itu sendiri yang bernuansa religius, disamping itu juga mengunjungi Museum Bumi Alit. Di mana disimpan benda- benda peninggalan bersejarah seperti Menhir, Batu Penyucian, Batu Penobatan, naskah- naskah dan benda- benda perkakas peninggalan milik Raja-raja dan Bupati Panjalu masa lalu, terutama perkakas yang disebut benda pusaka Panjalu yang berupa Pedang, Cis dan Genta (lonceng kecil) peninggalan Prabu Sanghyang Borosngora.



2. Bumi Alit

Gapura Masuk Situs Cagar Budaya Bumi Alit. Dok ASBINew's


Bumi Alit bisa dikatakan juga museum tempat menyimpan benda pusaka peninggalan Prabu Sanghyang Borosngora dan benda pusaka Kerajaan Panjalu. Uniknya Bumi Alit ini dipagar dikelilingi pohon waregu. Dalam bahasa Sunda Bumi Alit berarti rumah kecil.


Benda pusaka yang tersimpan di Bumi Alit yang paling terkenal, Pedang Zulfikar yang merupakan oleh-oleh dari Sayidina Ali RA kepada Prabu Borosngora.


Adapun benda pusaka lainnya adalah Cis atau tombak bermata dua, keris komando, keris, pancaworo atau senjata perang zaman dulu, bangreng, gong kecil, kujang dan lainnya.


Setiap tahun pada bulan Rabiul Awal atau Maulid, benda pusaka di Bumi Alit itu dikeluarkan untuk dibersihkan. Tradisi membersihkan benda pusaka itu disebut Upacara Adat Nyangku.


Bumi Alit berasal dari Bahasa sunda yang berarti rumah kecil, Bumi Alit adalah sebuah museum untuk barang-barang peninggalan Prabu Sanghyang Borosngora. Bumi Alit pertama kali dibangun oleh Prabu Rahyang Kancana di Dayeuh Nagasari Ciomas Panjalu. Kemudian pada akhir abad ke 17 pemerintahan Raden Tumenggung Wirapraja, Bumi Alit dipindahkan ke Dayeuh Panjalu, dan pada saat ini Bumi Alit Pasucian terletak di Kebon Alas.


Pasucian Bumi Alit berupa taman berlumut yang dibatasi dengan batu-batu besar dan dikelilingi pohon Waregu. Bangunan Bumi Alit sendiri berbentuk mirip leuit atau lumbung padi tradisional masyarakat Sunda berupa rumah panggung dengan kaki-kaki yang tinggi. Rangkanya terbuat dari bambu dan kayu berukir dengan dinding terbuat dari bilik bambu, dan atapnya berbentuk seperti pelana yang terbuat dari ijuk.


Benda-benda pusaka yang tersimpan di Bumi Alit itu antara lain


  1. Pedang, cinderamata dari Baginda Ali RA, sebagai senjata yang digunakan untuk membela diri dalam rangka menyebarkan agama Islam.
  2. Cis, berupa tombak bermata dua atau dwisula yang berfungsi sebagai senjata pelindung dan kelengkapan dalam berdakwah atau berkhutbah dalam rangka menyebarkan ajaran agama Islam.
  3. Keris Komando, senjata yang digunakan oleh para Raja Panjalu sekaligus sebagai sebuah tanda kedudukan bahwa ia seorang Raja Panjalu.
  4. Keris, senjata pegangan untuk Bupati Panjalu.
  5. Pancaworo, digunakan sebagai senjata perang pada zaman dahulu.
  6. Bangreng, digunakan sebagai senjata perang pada zaman dahulu.
  7. Gong kecil, digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan rakyat pada zaman dahulu.
  8. Kujang, senjata perang khas Sunda peninggalan Pendita Gunawisesa Wiku Trenggana (Aki Garahang) yang diturunkan kepada para Raja Panjalu.


Pada tahun 1942-1945, benda benda pusaka yang disimpan di Bumi Alit dipindahkan ke kediaman R. Hanafi Argadipradja, sesepuh keluarga Panjalu di Kebon Alas, Panjalu. Kemudian pada tahun 1955 Bumi Alit dipugar oleh RH Sewaka, hasil dari pemugaran tersebut menjadikan bentuk bangunan Bumi Alit seperti sekarang, berbentuk campuran masjid zaman dahulu dengan sentuhan modern.


Pada tahun 1949-1962 ketika pecahnya pemberontakan DI/TII benda pusaka di Bumi Alit dijarah oleh pemberontak DI/TII, kemudian pusaka-pusaka yang dijarah pun ditemukan TNI dan diserahkan kepada R. Hanafi Argadipradja, kecuali pusaka Cis yang sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya.


Editor: ASBI New's
Sumber: ASBI New's

Kata Kunci

ASBIPanjaluCiamisWisataBudaya

Berita Lainnya

News 131

Konsolidasi Tim Kemenangan Boni Anggara Meriahkan Kebersamaan dengan Mancing dan Nasi Liwet di Tenga...

25 Juni 2025 12:39

Baca Selengkapnya
News 128

PKK Harus Jadi Solusi Masalah Sampah di Daerah...

05 Juni 2025 03:50

Baca Selengkapnya
News 115

Gubernur Banten Andra Soni Pastikan Sekolah Swasta Gratis Mulai Tahun Ajaran 2025/2026...

15 April 2025 14:35

Baca Selengkapnya
News 121

KDM Intruksikan Aktivitas Belajar Siswa di Jawa Barat Senin sampai Jumat...

29 Mei 2025 06:27

Baca Selengkapnya

Baca Juga

Powered By PT Aksi Senyum Bersama Indonesia

© 2025 ASBI News. All rights reserved.