Band Punk Sukatani Minta Maaf Kepada Kapolri Terkait Lagu "Bayar Bayar Bayar"

Darma, 22 Februari 2025 14:45
228x dilihat
ASBI NEWS, Purbalingga – Grup band punk asal Purbalingga, Sukatani, baru-baru ini mencuri perhatian publik Indonesia setelah merilis lagu berjudul “Bayar Bayar Bayar,” yang liriknya mengkritik aparat kepolisian. Lagu ini viral di kalangan komunitas musik punk Indonesia dan memicu kontroversi. Lagu tersebut dianggap mengandung sindiran terhadap oknum polisi yang diduga terlibat dalam praktik penyalahgunaan wewenang.
Menanggapi polemik yang muncul, pada 19 Februari 2025, Sukatani mengunggah video permintaan maaf yang ditujukan langsung kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri), serta publik. Dalam video tersebut, gitaris band, Muhammad Syifa Al Ufti, menjelaskan bahwa tujuan dari lagu tersebut bukanlah untuk menyerang institusi kepolisian secara keseluruhan, melainkan untuk mengkritik oknum-oknum polisi yang melakukan pelanggaran.
“Lagu ini tidak bermaksud menyinggung seluruh institusi kepolisian, namun lebih kepada kritik terhadap oknum-oknum yang menyalahgunakan kekuasaannya. Kami menyesali jika lagu ini menimbulkan persepsi yang salah,” kata Syifa dalam video tersebut.
Sebagai bentuk tanggung jawab, Sukatani juga meminta agar pihak-pihak yang sudah mengunggah lagu tersebut di berbagai platform musik untuk segera menghapusnya.
Grup band yang terdiri dari dua personel, yakni Muhammad Syifa Al Ufti (gitar) dan Novi Chitra Indriyaki (vokal), memang dikenal dengan gaya mereka yang khas. Mereka tampil mengenakan balaclava (penutup wajah) saat tampil di panggung, yang sering menjadi simbol dari gerakan penolakan terhadap penindasan. Selain itu, mereka juga dikenal kerap membagikan sayuran kepada penonton sebagai bentuk solidaritas terhadap petani.
Namun, meski telah mengeluarkan permintaan maaf, langkah Sukatani ini tidak lepas dari kritik. Beberapa anggota komunitas musik punk Indonesia menilai bahwa tindakan kepolisian yang menekan band tersebut adalah bentuk sensor terhadap kebebasan berekspresi. Mereka berpendapat bahwa lagu tersebut adalah karya seni yang seharusnya dilindungi, dan band berhak untuk menyampaikan kritik sosial melalui musik.
Di sisi lain, pihak kepolisian, khususnya Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah, Komisaris Dwi Subagio, membantah tuduhan adanya tindakan sensor. Ia menegaskan bahwa tidak ada yang melarang kebebasan berpendapat dalam bentuk karya seni. Menurutnya, pihak kepolisian hanya melakukan tindakan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, tanpa bermaksud untuk membatasi hak-hak individu.
Peristiwa ini semakin memperlihatkan tantangan yang dihadapi oleh para musisi dan seniman dalam menyuarakan pendapatnya melalui karya. Kebebasan berekspresi melalui musik, terutama bagi musisi yang mengangkat tema kritik sosial, terkadang berbenturan dengan berbagai regulasi dan kepentingan.
Kritik Sosial Melalui Musik
Lagu “Bayar Bayar Bayar” dari Sukatani jelas menyoroti fenomena penyalahgunaan kekuasaan yang selama ini mungkin tidak banyak dibicarakan secara terbuka, namun menjadi masalah yang dirasakan oleh masyarakat. Dalam konteks ini, musik punk berfungsi sebagai saluran untuk mengungkapkan ketidakpuasan terhadap kondisi sosial dan politik.
Walaupun permintaan maaf sudah dilakukan, banyak yang percaya bahwa kebebasan berekspresi tetap harus dijaga, terutama dalam dunia seni yang memungkinkan terjadinya diskusi terbuka melalui karya.
Tantangan Bagi Musisi Independen
Bagi banyak musisi independen di Indonesia, peristiwa ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi dalam mengungkapkan pandangan atau kritik melalui musik tanpa takut akan pembungkaman atau intervensi pihak luar. Hal ini menciptakan perdebatan mengenai sejauh mana kebebasan berekspresi dalam seni bisa dibatasi oleh hukum atau tekanan sosial.
Sukatani, meskipun sudah meminta maaf dan menarik lagu tersebut, tetap menjadi contoh bagaimana seni dan musik sering kali berada di garis depan dalam menyuarakan permasalahan sosial. Sebagai band yang tumbuh dalam komunitas punk, Sukatani menunjukkan bahwa musik tidak hanya untuk hiburan, tetapi juga sebagai alat perjuangan dan pengingat akan kondisi sosial yang ada.
Bagi pendengar dan penggemar musik, terutama mereka yang mengikuti genre punk, kisah Sukatani ini merupakan kisah tentang keberanian dalam mengungkapkan kebenaran, meskipun tidak jarang harus menghadapi tantangan dan kontroversi yang datang bersamanya.
Peristiwa ini memberikan refleksi penting tentang bagaimana kebebasan berpendapat dalam seni dan musik tetap menjadi isu yang relevan dan memerlukan perhatian yang lebih. Terlepas dari permasalahan yang ada, Sukatani tetap mengingatkan kita tentang pentingnya mendengarkan suara-suara kritis yang ada di masyarakat, terutama yang disampaikan melalui medium seni seperti musik.
---
Berita ini memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang perjalanan grup band Sukatani, kontroversi yang ditimbulkan oleh lagu mereka, serta pandangan terkait kebebasan berekspresi dalam seni.
Editor: Admin
Sumber: ASBI New's
Kata Kunci
Berita Lainnya

Timnas Indonesia Hadapi China Malam Ini di SUGBK: Laga Krusial Menuju Piala Dunia 2026...
05 Juni 2025 13:31
Baca Selengkapnya.jpeg)
Bidan Sri Devi Fadilah Ramdani, Am.Keb., Sampaikan Ucapan Selamat atas Pelantikan Ketua IBI Kabupate...
01 Juni 2025 03:08
Baca Selengkapnya
KDM Intruksikan Aktivitas Belajar Siswa di Jawa Barat Senin sampai Jumat...
29 Mei 2025 06:27
Baca Selengkapnya
Tantangan Kesehatan Ibu dan Bayi di Indonesia: Data, Penyebab, dan Upaya Penurunan Angka Kematian...
13 April 2025 04:13
Baca SelengkapnyaBaca Juga
1
Tantangan Kesehatan Ibu dan Bayi di Indonesia: Data, Penyebab, dan Upaya Penurunan Angka Kematian
2
“Jalin Sinergi Pasca-Lebaran, KADIN Bandung Perkuat Komitmen Ekonomi Berkelanjutan”
3
Timnas Indonesia Hadapi China Malam Ini di SUGBK: Laga Krusial Menuju Piala Dunia 2026
4
KDM Intruksikan Aktivitas Belajar Siswa di Jawa Barat Senin sampai Jumat
